Pernahkah kamu berbincang dengan teman soal produk tertentu, lalu beberapa saat kemudian produk itu muncul sebagai iklan di Instagram? Banyak orang mengalaminya dan menganggap aplikasi ini mendengarkan percakapan lewat mikrofon ponsel. Dugaan itu sudah lama jadi perbincangan populer, bahkan berkembang menjadi mitos yang dipercaya sebagian besar pengguna.
Namun, Instagram menegaskan tuduhan tersebut tidak benar. Adam Mosseri, Head of Instagram, sudah memberikan penjelasan resmi yang membantah keras isu penyadapan mikrofon.
Klarifikasi Resmi dari Adam Mosseri
Lewat sebuah video Reels di akun pribadinya, Mosseri berkata, “Kami tidak mendengarkan Anda. Kami tidak menggunakan mikrofon ponsel untuk menguping. Kalau pun dilakukan, itu akan menjadi pelanggaran privasi besar.” Video itu diberi caption “Membongkar mitos – Saya bersumpah, kami tidak mendengarkan mikrofon Anda.”
Mosseri juga membeberkan bukti teknis. Menurutnya, ponsel modern sudah memiliki indikator visual yang muncul ketika mikrofon aktif. Selain itu, baterai akan terkuras lebih cepat jika ada aplikasi yang terus-menerus merekam suara. Jadi, mustahil aplikasi menyalakan mikrofon diam-diam tanpa disadari pengguna.
Menariknya, isu ini bahkan sampai ditanyakan oleh keluarganya sendiri. Hal tersebut membuat Mosseri merasa perlu mengklarifikasi langsung agar pengguna tidak lagi terjebak pada mitos.
Mengapa Iklan Terasa Tepat Sasaran?
Jika bukan karena penyadapan, lalu kenapa iklan sering terasa sesuai dengan percakapan? Mosseri memberikan lima alasan utama.
- Jejak digital. Produk yang dibicarakan mungkin sudah pernah dicari atau diklik oleh pengguna atau orang di sekitarnya. Data itu digunakan ulang untuk menampilkan iklan.
- Data dari mitra iklan. Instagram bekerja sama dengan pengiklan yang menanamkan data kunjungan situs. Produk yang pernah dilihat di e-commerce bisa kembali muncul di feed.
- Algoritma kesamaan profil. Sistem iklan menargetkan pengguna dengan profil mirip. Jika kelompok tertentu suka konten kamera, iklan kamera bisa muncul pada pengguna lain di kelompok itu.
- Efek psikologis. Kadang iklan sebenarnya sudah lewat sebelum percakapan terjadi, hanya saja tidak diperhatikan. Setelah topik dibicarakan, barulah otak menghubungkannya.
- Kebetulan. Tidak jarang iklan muncul tepat setelah obrolan hanya karena keberuntungan waktu.
Dengan penjelasan ini, Mosseri ingin menegaskan bahwa iklan yang terasa pas bukan hasil penyadapan suara, melainkan algoritma yang bekerja berdasarkan data digital.
Meta Sudah Lama Membantah
Klarifikasi Mosseri sebenarnya bukan yang pertama. Sejak 2016, Meta yang saat itu masih bernama Facebook sudah merilis tulisan resmi bahwa mereka tidak menggunakan mikrofon untuk menargetkan iklan. Pada 2018, Mark Zuckerberg juga menegaskan hal yang sama ketika bersaksi di hadapan Kongres Amerika Serikat. Konsistensi bantahan ini menunjukkan bahwa isu penyadapan mikrofon memang mitos lama yang selalu muncul kembali.
Apakah Google Ads Melakukan Hal Serupa?
Kecurigaan serupa juga diarahkan kepada Google Ads. Banyak pengguna yakin Google mendengarkan percakapan untuk menghadirkan iklan yang sangat akurat. Namun, sampai saat ini tidak ada bukti teknis maupun riset independen yang mendukung tuduhan itu.
Secara teknis, menyalakan mikrofon tanpa izin akan mudah terdeteksi. Baterai akan lebih cepat habis, penggunaan data meningkat, dan indikator mikrofon akan menyala di layar. Dari sisi hukum, risiko yang ditanggung perusahaan juga sangat besar karena melanggar aturan privasi global. Karena itu, Google Ads lebih mengandalkan data yang memang sudah ada, seperti riwayat pencarian, lokasi, aktivitas belanja, dan interaksi konten.
Tren Baru: Interaksi AI untuk Iklan
Walaupun mikrofon tidak dipakai, ada perkembangan baru dalam strategi iklan digital. Meta mengumumkan bahwa mulai 16 Desember 2025, interaksi pengguna dengan produk AI mereka akan digunakan sebagai sinyal tambahan untuk menampilkan iklan.
Contohnya, jika seseorang berbicara dengan Meta AI tentang hobi memancing, maka iklan perlengkapan pancing bisa lebih sering muncul di Instagram maupun Facebook. Meski begitu, Meta menegaskan bahwa topik sensitif seperti agama, kesehatan, dan politik tidak akan dipakai sebagai dasar penargetan. Kebijakan ini berlaku global, kecuali di wilayah dengan aturan privasi ketat seperti Uni Eropa, Inggris, dan Korea Selatan.
Bagaimana Algoritma Iklan Bekerja?
Sistem iklan modern bergantung pada gabungan berbagai sumber data, antara lain:
- histori pencarian dan klik,
- kunjungan situs belanja online,
- lokasi pengguna,
- interaksi media sosial seperti like, share, dan komentar,
- data demografis seperti usia dan minat.
Data-data ini kemudian dianalisis menggunakan kecerdasan buatan. Hasilnya, iklan bisa muncul dengan sangat relevan seolah mengikuti percakapan pengguna, padahal sebenarnya berdasarkan pola data.
Kesimpulan
Instagram tidak mendengarkan percakapan pengguna lewat mikrofon. Penjelasan Adam Mosseri sudah menegaskan bahwa anggapan tersebut hanyalah mitos. Fenomena iklan yang terasa sesuai dengan obrolan lebih banyak dipengaruhi oleh jejak digital, data dari pengiklan, algoritma berbasis minat, faktor psikologis, serta kebetulan.
Google Ads dan platform besar lainnya juga tidak terbukti melakukan penyadapan suara. Yang justru perlu diperhatikan adalah tren baru di mana interaksi dengan AI akan digunakan untuk personalisasi iklan.
Pada akhirnya, privasi tetap ada di tangan pengguna. Dengan memeriksa izin aplikasi, mengatur preferensi iklan, dan membatasi data pribadi, setiap orang bisa menjaga kendali atas pengalaman digitalnya.